Korupsi. Siapa yang tidak benci dengan kata yang satu ini (kecuali koruptor dan teman-temannya). Namun, kadang secara sadar maupun tidak, kita sendiri yang membuat korupsi ini bisa tewujud. Saya beri satu contoh kecil namun sangat sering kita (atau saya) lakukan. Bayar parkir.
Saya sendiri seringnya sebal dengan tukang parkir. Apalagi tukang parkir dengan rompi oranye yang banyak di pinggir jalan. Entah mereka itu petugas parkir resmi atau bukan. Saya kasih satu contoh, misalnya di jalan Malioboro. Entah berapa puluh petugas parkir yang ada di sana. Saat kamu markir motor di sisi barat jalan, oleh seorang petugas parkir di sana kamu akan diberi sepotong karcis parkir.
Modus korupsi pertama adalah biasanya kamu akan diberi karcis parkir bekas. Saya pernah beberapa kali diberi karcis bekas, namun kalau sedang ingin berdebat saya pasti protes dan akan meminta karcis yang baru. Biasanya petugas parkir itu akan kesal dan saya juga ga mau kalah pasang tampang jutek. Modus korupsi yang kedua, dan ini yang masih terjadi seakan-akan itu memang sudah lumrah dan bukan hal yang salah, adalah meminta bayaran yang lebih dari harga yang tertera di karcis parkir. Kalau di karcis parkir tertera Rp 1000 untuk motor, maka yang harus kita bayar ke tukang parkir adalah Rp 1500. Iya, dilebihkan 500 rupiah. Dulu, waktu di karcis parkir masih tertera Rp 500 untuk motor, saya biasanya membayar Rp 1000.
"Bukan permisif, anggap saja sumbangan buat tukang parkirnya. Toh, cuma lima ratus perak ini!". Iya, kalau cuma satu motor. Kalau seribu? Trus jangan lupa kalikan 30 kali dalam sebulan. Itu bukan angka yang sedikit. Coba deh kamu berdebat dengan tukang parkirnya, paling dikatain pelit. Hanya karena lima ratus rupiah.
Itu baru tukang parkir yang ada karcisnya, yang ga pakai karcis? Lebih banyak lagi. Mereka ini, ga peduli kamu markir cuma beberapa detik pasti akan dimintai uang parkir dan tak ada karcis parkir sama sekali. Mereka juga kadang jago, muncul hanya beberapa detik sebelum kau beranjak dari tempatmu memarkir kendaraan. Dan... tukang parkir ini ada di mana-mana.
Ini bukan masalah 500 atau 1000 rupiah. Melainkan mengapa kita sangat permisif untuk membiarkan mereka mengambil uang kita yang bukan haknya. Para tukang parkir ini merasa bahwa itu memang kewajiban kita, memberikan 1000 rupiah kepada mereka. Dan kita merasa ini bukan hal yang salah. "Jangan naik kendaraan pribadi kalau tidak mau bayar parkir!", bukan, bukan itu masalahnya. Saya lebih rela membayar lebih mahal asalkan saya diberi karcis parkir resmi dan membayar sesuai dengan harga yang tertera.
Saya jadi curiga, jangan-jangan korupsi di Indonesia ini ga bisa berhenti karena memang kita yang permisif. Apalagi untuk koruptor-koruptor kecil berseragam oranye ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar