Selasa, 11 Oktober 2011
Cek Darah -bag 2
Senin, 10 Oktober 2011
Cek Darah -bag 1
- Pengecekan HbA1C atau hemoglobin terglikasi adalah untuk mengetahui kondisi glukosa darah dalam jangka waktu beberapa bulan terakhir (biasanya bisa menggambarkan 3-4 bulan terakhir). Alasan saya ingin mengecek kondisi gula darah adalah beberapa minggu belakangan ini saya merasa poliuri, atau buang air kecil yang berlebihan. Yang biasanya saya tidak pernah terbangun tengah malam untuk buang air kecil, akhir-akhir ini saya cukup sering terbangun untuk buang air kecil. Selain poliuri, ada polifagi dan polidipsi yang menjadi gejala klasik penderita diabetes melitus (kencing manis). Kalau polidipsi (banyak minum) dan polifagi (banyak makan) itu kayaknya sudah saya alami dari dulu, muahahahahhh.
- Profil lipid atau profil lemak darah, meliputi pemeriksaan kolesterol, HDL, LDL, dan Trigliserida. Ini tidak lain tidak bukan karena mengingat makanan saya sehari-hari. Bayangkan saja, penyetan3-4 seminggu, gorengan, nasi padang, dan segala sumber lemak lain. Ya, saya tahu kalau apa yang saya makan sehari-hari banyak yang tidak sehat tapi ya gitu deh... Teori lebih gampang daripada prakteknya *sigh
Sabtu, 08 Oktober 2011
Teman Baru
Rabu, 05 Oktober 2011
Memulai Ber-Reksa Dana
Jumat, 19 Agustus 2011
Risau
Ada satu bintang di langit barat, yang sedang menulis surat, apa yang sedang kau perbuat?Dan juga bulan separuh, tempat harapan ku taruh, kapan kau akan berlabuh ?Oh, tentang dinginnya malam, yang menyatu dengan kelam, ku berharap kau tak muram!
Jumat, 01 Juli 2011
Leave Nothing But Footprints
Beberapa hari yang lalu, saya dan beberapa teman mengunjungi salah satu taman nasional di Indonesia tepatnya Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Niat saya dan teman-teman memang untuk mendaki. Dibandingkan dengan beberapa gunung yang saya kunjungi, persyaratan untuk mendaki gunung ini cukup rumit. Harus booking dan membawa surat-surat pengantar, untuk lebih jelasnya bisa lihat di sini. Padahal biasanya tinggal datang aja trus naik.
Di beberapa gunung yang pernah saya kunjungi sebelumnya (ya dikit sih dan cuma di sekitar Jawa Tengah), melihat sampah baik di sepanjang jalur pendakian atau di tempat-tempat mendirikan kemah adalah hal yang lumrah. Selain sampah, coretan-coretan menggunakan cat di sana-sini juga sangat mudah ditemui. Lumrah tapi tidak benar tentu saja.
Di gunung Gede ini, saya mengira hal tersebut tidak saya temukan. Atau minimal, saya tidak akan melihat sampah sebanyak yang saya lihat biasanya. Ini karena persyaratan memasuki wilayah TNGGP yang jauh lebih rumit. Namun, apa yang saya lihat di sana justru sampah yang jauh lebih banyak. Ternyata saya salah besar, persyaratan yang lebih rumit ternyata tidak menjamin bahwa yang memasuki wilayah TNGGP adalah "orang-orang yang bertanggung jawab". Padahal, sebelum memasuki kawasan TNGGP, kita harus membuat surat pernyataan yang salah satu poinnya telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang konservasi sumber daya alam. Selain itu, juga ada form "daftar barang bawaan yang menghasilkan sampah" yang harus diisi. Kata seorang bapak yang saya temui di jalan "Orang sekarang itu sukanya vandalisme, udah bagus-bagus kok dirusak". Bapak itu pertama kali mendaki gunung Gede tahun 1973 dan setelah berpuluh-puluh tahun akhirnya kembali mendaki gunung ini. Oh, iya teman saya juga sempat mematikan sisa perapian yang belum padam. Bagaimana jika seandainya api tersebut tidak padam kemudian membakar kawasan tersebut? Sudah jelas ada peraturan dilarang membuat api. Peraturan memang dibuat untuk dilanggar *sigh.
Tentu tidak semua pendaki melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab seperti yang saya tuliskan. Saya paling senang jika ada pendaki yang turun dan dan melihat di carrier mereka ada kantong sampah yang menggantung :). Bagaimana dengan saya dan teman-teman? Ya dibawa pulanglah sampahnya. Kalau tidak, ngapain saya bikin artikel ini.
Dalam perjalan menuruni gunung saya berpikir, apa mungkin lebih baik jika kawasan-kawasan alam seperti ini sekalian tidak usah dibuka untuk umum. Toh, saya rasa uang kontribusi yang dibayarkan tidak sebanding dengan sampah-sampah yang merusak kawasan tersebut. Peraturan-peraturan yang dibuat juga cuma sekadar formalitas belaka yang pelaksanaanya nol besar. Sama seperti banyak peraturan lain di negeri ini.
artikel ini juga diterbitkan di sini
Minggu, 19 Juni 2011
The Shawshank Redemption
Kamis, 16 Juni 2011
Bike To The Moon
Jumat, 15 April 2011
Naik Kereta Api, Tut...tut...tut...
Foto di atas berlokasi di bawah Jembatan Lempuyangan. Coba saja ke sana pada sore hari, atau kalau mau ramai pada hari sabtu sore. Selain melihat kereta api lewat pada radius 1-2 meter, di sana juga tersedia hiburan untuk anak-anak. Ada odong-odong, mancing ikan, gelembung sabun, dan itu aja kayaknya :P Banyak yang jual makanan juga loh, dari angkringan, martabak seribuan (eh, serius!), mie ayam, pokoknya banyak dah!
Dulu saya mengira yang ramai mengunjungi tempat itu adalah warga sekitar, tapi setelah bertanya ke beberapa pengunjung di situ ternyata mereka juga ada yang datang dari jauh. Memang khusus datang ke situ untuk mengajak anak mereka melihat kereta api lewat.
Hiburan yang murah meriah memang. Tapi, bahayanya juga tidak bisa dihiraukan begitu saja. Pernah pas saya lagi di sana, ada anak kecil yang lepas dari perhatian orang tuanya. Adududuhhh... Untung aja pas ga ada kereta yang lewat. Di dekat situ sebenarnya ada sih pos penjagaan, tapi ya gitu deh...
Masyarakat memang butuh hiburan yang murah meriah. Tapi apakah murah meriah selalu dibarengi dengan bahaya seperti itu?
Btw, happy (menjelang) weekend. Siapa tau yang di Jogja mau ke tempat yang ada di atas, hehehh!