Beberapa minggu yang lalu teman
kerja dari bagian lain minta nama lengkap, biasalah buat ditaruh di undangan
nikahan. Ku tulislah nama lengkap pemberian Ayah Ibuku, “titelnya mana?” tanya
temanku. “Iya, masa sudah capek-capek sekolah titel-nya ga dicantumkan?” imbuh
temanku yang lain.
Gelar akademik atau titel, yang
ternyata dari bahasa Belanda ku baru tau, adalah gelar yang diberikan kepada
lulusan pendidikan akademik bidang studi tertentu dari suatu perguruan tinggi
(sumber: wikipedia).
Lanjut tentang undangan nikahan
tadi, banyak yang berpendapat bahwa penulisan gelar itu sangat perlu untuk
menghargai yang kita undang. Menghargai titel mereka yang sudah susah-susah
kuliah untuk mendapatkan suatu titel.
Bahkan di undangan-undangan ada tulisan “Mohon maaf jika ada kesalahan
pada penulisan nama dan gelar”.
Pertanyaanku, benarkah dengan
mencantumkan titel pada nama di setiap kesempatan adalah suatu bentuk
penghargaan terhadap titel tersebut? Tentu ini subjektif sekali ya. Saya tidak
ada masalah dengan orang-orang yang berpendapat kalau menulis titel di undangan
pernikahan itu sangat penting. Namun bagi saya pribadi, saya merasa hal itu
tidak perlu. Mencantumkan titel pada nama menurut saya sih hanya diperlukan
saat kita bersinggungan dengan dunia akademis atau dunia kerja. Malah kayaknya orang-orang yang kerja di bidang
kreatif sudah jarang sekali ya mencantumkan titel mereka.
Tentang menghargai titel, menurut
saya ini adalah beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk menghargai
“susah-susah kuliah” kita, selain sekadar mencantumkan titel di undangan.
1. Bekerja
dengan baik dan benar.
Apalagi kalau
kita memang kerjanya sesuai dengan jurusan masing-masing. Bekerja dengan baik
dan benar ini adalah cara menghargai titel kita dengan sebenar-benarnya. Secara
tidak langsung juga menghargai almamater kita. Kan kasian ya kalau kerja kita
ga bagus trus kampus kita jadi dibawa-bawa sama atasan atau rekan kerja atas
kesalahan kita.
2. Rajin
meng-update ilmu pengetahuan.
Khususnya
yang berkaitan dengan gelar akademis kita. Sarjana yang
memilih menjadi Ibu rumah tangga sekalipun menurut saya juga harus update deh. Ga
usah yang ribet-ribet sampai harus langganan jurnal gizi nasional. Tau
macam-macam diet yang lagi tren di masyarakat, super-food yang sedang tren, atau artis siapa lagi diet apa,
hahahahh. Ini sesuai bidang masing-masing saja sih. Bagi yang bekerja sesuai dengan jurusan masing-masing saat kuliah, hal ini juga sangat berkaitan dengan
poin pertama. Rajin baca, sesekali ikut seminar atau pelatihan, atau sekedar berbagi ilmu di forum-forum on line.
3. Tidak
menyebarkan hoax.
Ini penting
banget nih. Apalagi kalau informasi hoax
yang kita dapat itu masih berhubungan dengan bidang keilmuan kita. Saya
baru-baru ini nyebarin hoax tentang formasi CPNS di POLRI, huhuhuu, aku merasa
gagal sebagai duta anti hoax RT RW. Untungnya cepat tau dan segera meralat
informasi ke teman yang sudah terpapar, hahaha (((terpapar))).
Kalian ada ga sih WA
grup yang isinya ya orang-orang bertitel tapi ga jarang nyebarin hoax. Huft. Mau diluruskan kok ya agak
ga enak ya apalagi yang share itu
senior kita. Berhenti di kamu aja ya guys hoax-nya,
jangan diteruskan.
Btw, tulisan ini saya buat bukan
untuk menyinggung orang-orang yang sangat mementingkan titel di setiap
kesempatan. Serius deh, itu sangat tidak apa-apa, terserah, dan bebas. Tulisan
ini tuh sengaja saya tulis juga untuk mengingatkan diri sendiri. Supaya kerja
ga asal-asalan, rajin-rajin baca artikel ilmiah terbaru, dan rajin mengecek
setiap informasi yang diterima supaya tidak menjadi bagian dari penyebar hoax.
Ya walaupun yang tidak kuliah atau masih di bangku sekolah juga harus ambil
bagian #hantamhoax.
Untuk penutup, jadi ingat
celetukan seorang teman waktu itu kalau liat undangan nikah dengan nama mempelai lengkap dengan
titelnya “Itu undangan nikahan pakai titel, emang mau presentasi paper pas resepsi?”. Hahahah. Dasar temanku
jomblo nyinyir, sirik aja :p
Wkwkwkwkw...titel oh titel
BalasHapus