Akhir pekan kemarin, saya dan teman-teman penikmat alam lain main ke Merapi setelah lebih dari setahun tidak naik gunung. Pendakian kemarin ramai sekali (ya karena memang ikut pendakian bersama yang diadakan fakultas tempat saya membuang duit), diikuti sekitar 28 orang dan untungnya bukan saya yang paling senior, mwahahahh.
Ini kali kedua saya naik gunung Merapi, pertama kali sekitar 3 tahun lalu. Saya memang penasaran sekali ingin naik gunung ini lagi. Penasaran ingin lihat bagaimana kondisinya setelah terjadi erupsi pada akhir tahun 2010 kemarin. Jumat malam, 5 Oktober 2012, saya tiba di basecamp. Ruameeee sekali, ternyata banyak yang akan mendaki Merapi malam itu. Sekitar pukul 22.00, saya bersama tiga teman yang lain memutuskan untuk jalan duluan, bukan bermaksud "ninggalin" teman yang lain tapi sadar diri kalau jalan saya lambat, ehehehh.
Jalan, jalan, istirahat, jalan, benerin backpack, jalan lagi, istirahat lagi, jalan, jalan, dan seterusnya. Setelah kurang lebih berjalan 3 jam dan sempat galau, akhirnya kami memutuskan untuk nge-dome di sekitar pos 2. Setelah mendirikan dome, bikin minuman hangat (eh, bikin ga sih? lupa), akhirnya berserah diri pada kelelahan. Dan... dome untuk dua orang kami jejali untuk berempat, huahahahhh.
Dome tetangga selalu lebih hijau merah
Seperti biasa, kalau lagi naik gunung gini pasti saya yang paling terakhir bangun *bangga*. Lihat sunrise? Oh tentu tidak, secara mendung dan posisi kami memang ga pas buat liat sunrise. Tapi pemandangannya mah tetap bagus. Pemandangan, mungkin ini yang bikin saya ga kapok-kapok naik gunung. Kalau malam, bisa liat pemandangan lampu-lampu kota dari ketinggian, kalau pagi bisa liat awan-awan menggantung dan sejajar dengan kita. Ahhh... indahnya.
Setelah sarapan dan beres-beres kami pun melanjutkan perjalanan. Karena siang itu kondisinya cukup berawan, gunung tetangga yang biasanya terlihat cukup jelas, cuma mengintip malu-malu di balik awan. Gunung Sumbing dan Sindoro juga hanya mengintip samar-samar.
Peeking Merbabu
Dan... sampailah kami di pasar Bubrah, pos terakhir sebelum menuju puncak Merapi. Setelah erupsi tahun 2010, jalur ke puncak Merapi berubah. Jadi lebih sadis kalau menurutku. Seingatku, dulu tidak ada pakai acara merangkak dan jatuh bangun, ughh :(. Perjalanan pun jadi lebih lambat, ya gimana ga lambat kalau setiap naik 2 langkah kemudian terperosok 1 langkah. Setelah berjalan merangkak satu jam lebih, akhirnya sampai juga di puncak. Dan benar saja, puncaknya berubah banget, nget. Tidak ada lagi acara lari-lari dan nari-nari di puncak. Boro-boro, salah langkah dikit bisa bikin terperosok dalam kawah yang menganga sangat lebar. Kondisinya kurang lebih seperti di bibir kawah gunung Bromo tapi lebih sempit dan lebih menyeramkan.
Pasar Bubrah
Kawah Merapi
Sewaktu naik ke puncak Merapi sembari gaya laba-laba nemplok dinding, saya mikir "... Ini ntar turunnya gimana? :((" Hahahhh. Ternyata turunnya tidak seseram yang kubayangkan, malah seru! Errr... seperti meluncur dari salju (kayak pernah aja sih Wa!) tapi minus alat plus batu+pasir+debu nya panas. Seruuu!
Ya gitulah pokoknya. Cerita turunnya biasa saja sih, ga ada yang seru kecuali saya beberapa kali jatuh, ha!
Buat teman-teman yang mau naik Merapi, jangan lupa pakai masker. Ya kecuali memang sengaja mau bernapas dalam debu. Bawa persediaan air yang cukup karena sama sekali tidak ada sumber air selama perjalanan. Jangankan perjalan, di bawah (sebelum naik) saja susah sekali air bersih. Kata ibu yang jaga warung di New Selo, semenjak erupsi memang air bersih susah :(. Ah, semoga keadaan di sana segera membaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar